Tokoh : Lula dan Langit (Novel Shit Happens), Bella (Tokoh Tambahan)
Ketika aku mengintipnya tadi pagi, aku melihat wajahnya cerah. Seperti biasa. Tapi mengapa sekarang aku melihatnya meringkuk di UKS? Apakah ia sakit? Ah, kenapa juga aku harus khawatir. Toh, ia sudah mencampakanku persis seperti sampah.
“Lula, ngapain kamu di sini?” Aku menoleh cepat, mendapati Bella sedang
mengamatiku. Ugh, selalu begitu. Bella tidak boleh tahu apa yang aku lakukan di
sini. Aku menggeleng pelan dan mulai berjalan menjauhi ambang pintu UKS
tempatku berdiri canggung.
“Lula!” Bella menarik lengan seragamku. “Kamu kenapa?”
“Aku nggak apa-apa, Bel,” elakku. Bella masih saja mencoba merecokiku
dengan pertanyaannya.
“Aku tahu, pasti gara-gara Langit!” tuduhnya. “Langit udah mencampakamu,
La. Ingat! Lupain aja deh!”
Aku mengerang dalam hati. Memangnya kenapa kalau gara-gara Langit? Apa
pedulinya? Bella yang membuat Langit mencampakanku. Jangan dikira aku tidak
tahu. Oke, aku memang tidak tahu persis apa yang dilakukannya. Tapi firasatku
mengatakan ia mengkhianatiku. Aku merasa sakit hati walaupun belum jelas apa
yang terjadi padaku, tapi aku tidak mau mengatakannya. Tapi mengapa Bella
sepertinya tidak peka dengan sikap-sikap ketusku? Apakah hatinya terbuat dari
batu? Oh, aku tahu, dia kan penyihir.
***
“Lula, nanti sore berangkat ekstra, kan?” Langit menepuk bahuku ketika aku
sedang membereskan buku Bahasa Indonesiaku.
“Emm... jemput!” Aku nyengir. Rasanya seperti ada aliran listrik di dalam
tubuhku ketika melihatnya mengangguk dan tersenyum. Lesung pipinya membuatku
terbuai. Ah, andai saja... Oke, cukup, lesung pipinya membuatku mabuk dan aku
berharap Langit beranjak pergi dari hadapanku sebelum aku jatuh pingsan.
“Aku duluan, ya!” ujarnya seraya mengedipkan sebelah matanya. Uft, finally ia pergi juga. Kalau aku
pingsan, ia harus memberiku napas buatan. Woaa, pikiran macam apa ini?
“Kamu jadian ya sama Langit?” Tiba-tiba saja Bella sudah berdiri di
sampingku. Berkacak pinggang. Temanku satu itu selalu saja ikut campur segala
urusanku. Terutama jika menyangkut masalah Langit. Memangnya dia neneknya?
“Nggak... eh...” aku berpikir sejenak, “... belum. Sebentar lagi!” Sahutku.
Aku mencoba membuat suaraku terdengar ketus. Kemudian aku melihatnya berderap
meninggalkanku. Yah, mau apa lagi, aku hanya mengangkat bahuku sekilas.
Sore harinya aku berjalan mondar-mandir di teras rumah. Tumben sekali
Langit belum datang menjemputku. Sudah pukul 3 kurang 10 menit. Biasanya jam
segini aku dan Langit sudah berboncengan dengan motor bututnya. Menerobos lampu
merah dan tertawa riang ketika peluit pak polisi menjerit.
Oke, 10 menit lagi, Lang, kalau kamu belum menjemputku, aku berangkat
sendiri. Tapi bagaimana jika nanti aku pergi, Langit malah datang? Aku cemas,
tapi aku tidak berpikir macam-macam. Sebaiknya aku bersenandung saja, tapi lama
kelamaan senandung kecilku berubah menjadi umpatan-umpatan. Sial, aku mendelik
ketika jam tanganku menunjukkan pukul 3 lebih 14 menit. Cepat sekali. Tanpa
pikir panjang, aku menyambar tas serempangku di kursi teras dan mulai berlari,
berlari. Berlari sambil menahan sesak dada ternyata jauh lebih sakit ketimbang ketika
jarimu tergores pisau dapur.
Sepertinya belum cukup siksa menderaku. Langkahku mendadak lunglai. Langit?
Bukankah itu Langit yang sedang duduk berdua di bangku aula? Kenapa Langit
bersama Bella? Aku menyeret langkahku mendekati mereka. Tapi apa yang kudapat?
Langit memang menatapku, tapi bukan dengan tatapan teduh seperti biasa. Ia
seperti naga, tatapannya panas. Dan entah mengapa aku ingin meledak detik ini
juga ketika Langit membuang mukanya dan beranjak pergi. Bella menatapku
prihatin dan mendadak firasatku mengisyaratkan untuk memusuhinya.
Apa yang terjadi? Aku tidak mau hanya berdiam diri saja. Jadi, aku
mengenyahkan sejenak rasa maluku. “LANGIT!” Aku berderap cepat menyusul Langit.
“Lang, please... kamu kenapa?”
Langit hanya menoleh sekilas. Langkahnya semakin lebar dan cepat. Aku tahu
aku tidak sanggup lagi menyusulnya. Aku berhenti, napasku memburu, aku tahu
tatapan-tatapan orang yang berlalu lalang di koridor menusukku. Tapi apa
peduliku? Aku tidak yakin aku menangis, tapi aku yakin ada air mata mengalir
lembut melewati pipiku.
***
Sudah seminggu ini pikiranku berkecamuk. Langit menghindariku. Hanya
mengintip dari balik buku, itu yang bisa aku lakukan. Ketika melihatnya
meringkuk di UKS, mengapa aku merasa ada sesuatu yang salah. Aku hanya sanggup
berdiri canggung di ambang pintu UKS.
“Aku tahu, pasti gara-gara Langit!” tuduhnya. “Langit udah mencampakamu,
La. Ingat! Lupain aja deh!” Kata-kata Bella tadi terngiang di kepalaku.
Mencampakanku? Mencampakanku? Aku masih tidak percaya.
Pelajaran Kimia, aku ijin ke toilet. Tebak saja aku berbohong. Otakku
memerintahkan kakiku menuju UKS. Aku harus berani, hanya dengan cara ini Langit
tidak akan menghindariku. Aku membuka pintu UKS, melangkah perlahan, semakin
mendekat ke tempat tidur yang menopang tubuh Langit. Aku menghela napas sambil
berpikir apa yang akan aku katakan.
“Langit...,” bisikku. Tidak ada sahutan. Aku mendekat, mengulurkan tanganku
ragu, tapi toh aku tetap menyentuh bahunya. Aku merasakan sentakan kecil itu.
Sepersekian detik kemudian Langit menoleh cepat dan sontak terduduk. Menempelkan
punggungnya ke tembok dan menekuk kakinya merapat dadanya. Ia menunduk, aku
tahu ia menghindari tatapanku.
Sugesti terselubungku gagal untuk membuatnya mendongak dan menatapku. Aku
bertanya-tanya, bagaimana Rommy Rafael bisa melakukan hal itu dengan mudah. Maksudku
menghipnotis korbannya untuk melakukan segala hal yang diinginkannya.
Aku merasa tertantang. Tapi apa yang harus aku lakukan? Mendekat, menangkap
dagunya dan memaksanya mendongak? Itu, kan, tidak mungkin. Seperti preman saja.
Atau aku berteriak saja, tidak mungkin, kan, ia tetap menunduk ketika mendengar
teriakan histeris di depannya. Aku yakin sih ia akan menatapku tapi mungkin
disertai dengan sikap ngeri dan waspada seakan ada orang gila di depannya. Aku
harus jaga image. Masalahnya,
bagaimana caranya? Oke, ayo, Sayang, bantu aku berpikir dan jangan terus
menerus menyiksaku seperti ini. Tataplah aku. Tatap, Sayang!
Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan. “Lang, apa kamu akan terus
membiarkanku terus mengintipmu dari balik buku?” Aku berdiri menjulang di
depannya seakan menantang, tapi suaraku lemah dan parau. Aku sadar sekali, nada
putus asa sangat kentara di dalam suaraku.
Langit tetap membisu. Daguku mulai bergetar. “Langit...” gumamku.
“Apa kamu juga akan terus membiarkanku terus-menerus menulis namamu di
semua bukuku?” Aku terenyak mendengarnya. Apa maksudnya? Suaranya terdengar
frustasi. Tapi aku tidak bisa menangkap mimik wajahnya karena ia masih
menunduk.
“Maksudmu, Lang?”
“Katakan, La, bahwa kamu tidak pernah berkencan dengan Risma!” Kali ini
Langit mendongak. Ia menatapku. Harusnya aku bahagia ia sudi menatapku, tapi
kenapa aku merasakan ada petir menyambar-nyambar di siang bolong begini?
Aku berusaha menguasai diri. Aku tidak mengerti apa maksudnya? “Berkencan
dengan Risma? Kamu menuduhku?” Aku duduk di sampingnya, menggoncangkan tubuhnya
menuntut penjelasan.
“Bella bilang kamu... “
“Cukup, Lang, “potongku cepat. Aku mulai paham sekarang. Firasatku tidak
pernah meleset dan aku tidak perlu merasa bersalah jika selama ini aku menuduh
Bella adalah dalangnya.
“Jadi...”
“Jadi... kamu bodoh. Bener-bener bodoh!” Aku menatapnya tajam. “Aku
normal!”
Hanya dengan kata singkat itu, “Aku normal!”, Langit sudi menggenggam
tanganku, tersenyum kepadaku, dan...
“Maukah kamu berkencan dengan laki-laki bodoh sepertiku?”
Aku tersipu, tambah tersipu lagi bahwa aku menangis dan aku sadar ada ingus
keluar dari hidungku. Tapi apa peduliku, “Aku mau, Bodoh!”
Siapa bilang kepercayaan itu tidak bisa muncul dengan kata sederhana? Bisa
kok. Percaya saja.
N.B : Fun Fiction ini saya ikutsertakan dalam lomba yang diadakan oleh Kak Christian Simamora. Lihat saja di sini. Selamat Ulang Tahun, Kak Christian Simamora :)
66 comments
endingnya hepi nih wur...suka deh...hehe
saya dapet masukan baru dari cara menuangkan kalimat di cerpen, dengan baca posting ini.
ini buat kontes ya? ahh, menang lagi pasti!
dari cerita di atas kok yang teringat-ingat malah UKS yah?
maklum pas esema dulu UKS jadi tempat pelarian pas suntuk sih. Hehehe
Baiklah aku percaya, bahwa Wury semakin mengasah diri untuk jadi penulis handal :)
sukses ya buat lombanya
sukses mbak dengan GA nya...
oyah blgo mbak uda sy follow..,,dtnggu Follbacknya mbak... :)
happy blogging ^_^
keren ni,... semoga sukses di lombanya ^^
visit back yah :)
wah akhirnya happy ending...
mengejar cinta yang tulus pasti akan berbuah manis..
aduuuh menunggu seseorang yang tak kunjung datang memang sesak. apalagi kalau melihat ada kejadian lain secara berbarengan..
yang petir siang bolong hiperbola banget Wury hehe...
Sukses Kontesnya.. asyik yang bentar lagi jadi.com =D
kunjungan perdana mb..
good luck GAnya yaa.. :)
ijin menyimak, cuma mo bilang, karena blog ini ciut saya memberi salam dan do'a disini, semoga sehat selalu
saya perlu belajar banyak untuk menulis sebuah fiksi, salah satunya dari sini.
semoga sukses di kontes, Mbak. Amin,insya Allah.
good luck ya mbak buat GA nya.. :)
sepertinya amsih sedikit 'menggantung', apa masih ada kelanjutannya??
Cerpenya oke juga nih..butuh berapa lama semedinya ya untuk proses merampungkanya..?
tersipu malu, hiks... hiks...., tapi berdenyar hati.... hehehe.... semoga sukses lombanya ya, Mbak.
sukaaaa... :D
tampilan blognya pun menarik, smoga menang yaa.. happy birthday too ka Christian Simamora.. GBU
hihihi sukaa.. semoga menaangg :)
Blognya dah ku follow#124 minta follbeknya ya.. salam kenal..
Makin salut banget ama WP. lama-kelamaan elo bisa jadi penulis profesional! sukses deh buat lombanya!
FFnya enak dibaca Wury, semoga sukses ya
tulisannya keren uy!!! :)
okey ... kl gitu, saya mah percaya aja deh :p
Menang ga yah! Maunya :p
ini berarti silangit rendah diri ya? ehm, dia malu. gitu yang aku tangkep. bener ga?
selamat ya,,, ^^ :untukkarakterceritanya
sukses GAnya wur :)
artikelnya sangat berbobot juga ya, jadi kata demi kata sangat mudah di pahami, semoga sukses teman untuk blognya???
apa yg membuat org begitu sesak dg urusan orang yg blum tentu jadi miliknya? happy ending, Wur! mantep!
Aeehh.. Langit bodoh, begitu saja percaya sama Bella, padahal kan Lula jalan ma gueh #lho :p
Gak heran kalo nanti menang , memang berbakat dalam bidang sastra.
Keep writing, sukses selalu..
Aku sua nama lulu :)
bagus wur ceritanya ngk monoton, moga menang yah wur :)
baguuuss.. suka critanya.. sederhana tp menyentuh hati.. hihi
@Mami Zidane Iya, Mi, kan aku juga lagi hepiiii :D
@zachflazz Makasih, Mas, tapi nggak pasti menang lagi, kan yang lainnya malah jauh lebih bagus :)
@deadyrizky Yaaah, sama dong kalo gitu :D
@Yunda Hamasah Ah, Bunda, jangan berlebih ah hehehe...
Tapi... amiiiin :)
@ELy Meyer Terima kasih :)
@Chumhienk™ Okeee, sip, tunggu ya :)
@athiefblog nener keren nih? :)
MAkasih :)
@Mbak IisIya, Makasih ya :)
@Mbak IisIya, Makasih ya :)
@Uzay yah, kadang hiperbola itu juga dibutuhkan lho, Zay hehehe
Huihihi... iya nih, tapi bukan .com jadi web.id :D
@Enny Ernawati Tengkiyuu ya :)
@Cilembu thea Ciut bagaimana ya maksudnya? :D
@Abi Sabila Lhah aku juga masih belajar kok. hehehe... tapi syukur deh kalo bisa ada yang diambil dari sini :)
Makasih ya :)
@Bintang Dandelion - Widie Menggantung bagaimana? udah nggak ada terusannya lagi. Atau kamu mau nerusin? hehehe
@cik awi Sebentar aja kok :)
MAkasih
@Akhmad Muhaimin Azzet Makasih ya :)
@Anonim Makasih ya :)
@NF Alhamdulillah ada yang suka :)
Makasih ya Mbak :)
@Didin Supriatna Okeee :)
@Bung Penho Jangan gitu Bung Penhooo, aku masih belajar :)
@Lidya - Mama Cal-Vin makasih ya, mam. sebenernya ukuran enaknya itu dilihat darimana sih? kalo aku kadang suka eneg baca tulisanku sendiri :D
@Cartenz Pyramid Iya tulisannya keren, entah ceritanya huihihihi
@Stupid monkey Dengan mudahnya kau percaya, Bang? :D
@Faizal Indra kusuma Semoga, Zal :)
@cerita anak kost Nggak, dia tuh sebenernya marah dan kaget. Gimana nggak kaget denger cewek yang disukai digosipin lesbi hehehe
Ceritanya jelek nih :D
@srulz Siiip :)
@Tiesa Thanks ya Tis
@obat herbal kanker payudara Artikel?
@eksak Nggak tahu juga aku, Eks :)
Thank :)
@Si Belo APPPA, NAY?? Lula jalan sama kamu?? :D
Percaya aja deh :D
@Hanan Muhardiansyah Hey, aku nggak mesti menang, yang lainnya jauh lebih bagus daripada punyaku, Mas. Tapi thanks ya :)
@Sarnisa Anggriani Kadir Lula, Sayang :)
Makasih ya, Nis :)
@covalimawati Atau kamu aja yang gampang tersentuh, hayoooo :D
Makasih ya :)
ceritanya bagus mba...
Posting Komentar