Kita semua butuh jeda, nggak memandang itu siapa dan apa, semua
pasti butuh jeda. Mesin foto copy aja kalo dipake terus-menerus nggak berhenti
barang semenitpun, akan bobrok. Tak terkecuali saya. Di sela-sela kesibukan
yang saya jalani (yang lebih tepatnya sok sibuk!), saya membutuhkan selingan atau jeda yang mungkin akan sangat berguna demi
kelangsungan hidup dan masa depan. Jangan heran kenapa jeda disangkut pautkan
dengan kelangsungan hidup dan masa depan?? Itu memang terdengar hiperbola dan memang saya sengaja membuat itu
semua terdengar hiperbola.
Saya bicara tentang jeda atau selingan berdasarkan dengan apa yang saya
alami selama ini. Selama 23 tahun saya hidup, saya mengalami banyak hal. Berdasarkan dengan apa yang kita
bahas dalam paragraf di atas, KITA SEMUA, sekali lagi KITA SEMUA butuh jeda. Berdasarkan pengamatan saya selama
ini, orang yang terlalu sibuk dan nggak punya waktu untuk sekedar jalan-jalan
atau cuci mata, bisa kita lihat dengan mata telanjang, raut wajahnya yang
terlihat kuyu dan pucat.
Sebagai contoh, saya akan mengambil dari
pengalaman pribadi saya. Saya pernah sangat stres sekali akibat terlalu capek
parah akibat kerja. Saya pernah kerja di butik 9-10 jam perharinya tanpa ada hari libur selama
sebulan penuh. Kok bisa? Ya bisalaaaaah, apa sih yang nggak bisa buat kamu!.
Lho, kok malah nglebay?
Oke, mari kembali ke jalan yang lurus.
Si pak dan bu bos yang punya butik, demi nama baik, saya
nggak akan bilang kalau butik itu bernama beeeeep, mereka itu diktator kelas ikan
tongkol. Memeras
keringat para pegawainya persis kayak meras cucian. Nggak tanggung-tanggung deh
pokoknya. Dan saya yakin sekali mereka nggak kenal dengan yang namanya JEDA atau SELINGAN. Saya sampai stres dan terlihat agak frustasi dimana dan
kapanpun berada. Curhatan teman-teman seperjuangan saya juga nggak jauh beda
dengan saya. Kalau butik itu sepi sih,
nggak terlalu masalah buat kami, para-pegawai-sengsara, biarpun bekerja sampai 12 jam penuh. Dan yang lebih mengenaskan, kami hanya diberi upah dengan nominal yang
tidak perlu saya sebutkan di sini, dengan alasan saya tidak mau kalian yang
membaca ini akan trenyuh dan mengasihani saya. Tapi nek mau ngasihani ya sini,
gendong saya dan ajak saya jalan-jalan, traktir saya sepuasnya J. Akan tetapi keadaan
justru sebaliknya, butik selalu dibanjiri ratusan orang setiap harinya. Saya
coba contohkan, dialog yang membuat saya tambah yakin dengan ketidakadilan ini T_T.
Satu hari, entah saya lupa hari dan
tanggal berapa, saya masuk shift siang. Shift terkutuk, itulah kami para
pegawai menyebutnya. Jam 12 tet sampai dengan jam 21.00 atau jam 21.30 kalau sabtu minggu (itupun kalau
nggak molor). Keadaan bener-bener nggak beda jauh dengan keadaan pasar
Beringharjo kalau mendekati hari lebaran, wuahh... bejibun deh yang dateng.
Ambil ini, ambil itu, jatuhin ini, jatuhin itu. Kami, dengan sabar mengambil
dan memasang kembali di hanger seperti semula. Jengkang-jengking sampai
rasa-rasanya punggung serasa mau patah. Kaki kesemutan akibat kelamaan berdiri L.
Kucluk-kucluk bos gede dateng, biasalah menyurvei dagangan dan
pegawainya ini.
pak bos :”Kui tibo, kok ra dibenakke!”
nunjuk-nunjuk baju yang jatuh dengan mimik muka sangar dan nggak peduli dengan
apa yang sedang kami kerjakan.
pegawai :”Nggih, pak!” ngambil baju yang jatuh
dengan tubuh penuh peluh.
bu bos :”Barang sek neng gudang dikeluarin semua!”
nyuruh bagian gudang dan nggak liat masih ada nggak space yang kosong. Kalo
kami jawab belum ada tempat, bu bos maksa. “Di
sesel-seselke wae!”
Enak ya jadi bos!
Dan karena ketidakadilan inilah, saya
yakin 111%, untuk mengajukan pengunduran diri dari
tempat terkutuk itu. Jadi bagi siapa saja yang jadi bos atau punya cita-cita jadi bos, jadilah
bos yang selalu memberi selingan atau jeda bagi pegawainya, dengan catatan yang sewajarnya saja.
Itulah sekelumit cerita saya atau bisa
juga disebut dengan curcol saya, tentang saya sebagai korban atas
ketidakpengertian, ketidakadilan, dan ke-an, ke-an yang lain. Mereka yang tidak
punya keperibinatangan! Lho? Emangnya saya binatang! Kurang ajar...
Dan ada satu lagi nih, cerita yang nggak
pernah saya lupa. Setelah memutuskan keluar dari TempatTerkutuk itu,
alhamdulillah, waktu nganggur di rumah tidak terlalu lama, saya diterima kerja
di resto Jepang, sebut saja KIKO (anggap
aja nama sebenarnya!). Di KIKO saya diajarkan banyak sekali hal yang
belum pernah saya pelajari secara mendalam sebelumnya. Kesopanan, keramahan,
kelembutan, perhatian terhadap sesama, itu semua ada di dalam KIKO. Hal yang menurut saya menyenangkan
sekali. Tapi siapa sangka hal-yang-menyenangkan itu justru membuat segelintir orang
menjadi tidak nyaman..
Sebagai contoh, saya akan mengangkat
sebuah tragedi yang saya alami.
Satu hari, entah saya lupa hari dan
tanggal berapa, saya melayani sepasang customer, sepasang merpati yang nggak
pernah ingkar janji karena memang tak pernah bikin janji. Apa sih?
Oke, mari kembali ke jalan yang benar!!!
Intinya seorang
lelaki dan perempuan dengan pakaian perlente rapi jali khas makhluk kantoran. Saya menganut prosedur, tata cara
melayani tamu dengan baik. Membukakan pintu lalu mengantar ke meja yang mereka
inginkan.
saya :”Siang kak, selamat datang di KIKO,
mau makan di sini atau dibawa pulang?” tanyaku dengan antusiasme yang tinggi dan dengan tatapan yang saya
usahakan ramah.
tamu :”Makan sini aja!” jawabnya sambil
tersenyum.
saya :”ini kak
buku menunya!”
Dan bla bla bla bla bla bla bla...................
Saya sudah memenuhi tata cara yang baik, dengan tujuan agar si tamu nyaman.
Tapi apa yang saya dapat?
tamu :”Mbak, tolong ya, nggak usah terlalu
resmi, saya malah nggak nyaman, eneg!”
saya :*cengo dong
tentu saja, tapi saya senyum juga akhirnya!*
Hal ini mengingatkan saya pada artikel
yang pernah saya baca di blog-nya mas RADITYA DIKA yang berjudul Terlalu Baik Juga
Tidak Baik. Isinya “Aku bangeeet” !!!
Intinya, saya berpikir kalau, mbak-mbak
dan mas-masnya itu terlalu sepaneng dengan yang saya lakukan. Mungkin mereka terlalu
sibuk dan nggak ada jeda untuk istirahat di
kantor. Mungkin mereka datang ke resto dengan tujuan utama yakni mencari
kebebasan atau selingan, akan tetapi di resto malah disuguhi dengan layanan
ekstra resmi yang malah membuat mereka eneg. Mereka mungkin mengharapkan sesuatu
yang lebih nyaman dengan layanan yang santai.
Bekerja di KIKO memang menyenangkan,
tapi dengan alasan keamanan dan kesehatan (karena
kalo shift sore pulangnya kemalaman sampai rumah hampir jam 00.00 WIB, ini
akibat jarak rumah saya-KIKO hampir 32 Km, rumah saya kutub selatan dekat
pantai sedangkan KIKO Jakal km 6,3 dan karena mata saya yang rabun 2,5 ini
tidak diperbolehkan memakai kaca mata, saya terpaksa harus pake softlens
rata-rata 8 jam ditambah 2 jam perjalanan pulang balik jadi kalau ditotal 10
jam perhari make softlens, nggak kuat, saya pernah iritasi lho!!!!) saya keluar
dari KIKO. Dan alhamdulillah,
sekarang saya sudah dapat kerja di sebuah kantor reservasi tiket pesawat. Jadi
bagi kalian yang butuh atau ingin beli, hubungi saya saja, via email juga nggak
pa-pa, nih alamatnya wury_23wury@yahoo.com. Saya usahakan
mencari tiket yang termurah.
(Wait... wait... kok malah promosi??
Yowizlah nggak pa-pa, kenal peribahasa Sambil Menyelam Minum Air kan??????
Oke, mungkin itu saja sekelumit tulisan saya. Kesimpulannya, selingan atau jeda itu bagai air, kita benar-benar-amat-sangat-membutuhkannya, lebih dari sekedar apapun.
Udah ah, Kayak ada yang baca aja!!! J
Salam
WuRy ^_^
Posting Komentar